My Life Experience with COVID-19 – Part #3 [Lesson Learned]

Photo by cottonbro on Pexels.com

Selama hampir 2 tahun pandemi, melewati 3 kali tes usap antigen dan 1 kali tes usap PCR, dan akhirnya kena positif juga, mari kita ambil beberapa hikmahnya.

Setelah melakukan berbagai usaha untuk menghindari virus Corona 2019 sejak bulan Maret 2020 yang lalu, dan akhirnya harus melakukan swab test karena dibutuhkan untuk tracing (2 kali karena diduga kontak erat dengan yang positif, dan 1 kali karena sempat bergejala), lalu berujung pada tes PCR karena bergejala kembali dan akhirnya kedapatan positif, saya pikir perlu adanya masa untuk introspeksi diri, atau memikirkan kembali apa sebenarnya hikmah dari semua yang dilalui ini, agar kedepannya bisa diantisipasi dan tidak terulang kembali, terutama bagi keluarga yang hingga saat ini (alhamdulillaah) tidak mendapatkan kesempatan positif Covid-19.

Memang, belajar dari yang sudah dilalui, salah satu yang dapat dipetik adalah seketat apapun kita menjaga diri, tetap saja sulit untuk dikendalikan, dan akhirnya kena juga. Itu sebenarnya yang paling saya rasakan saat ini. Ada juga yang berpendapat kalau ini bisa menjadi ‘takdir’, mungkin karena tidak ada usaha/cara lagi untuk mencari penyebabnya. Akan tetapi, tidak ada salahnya kan ya kita tetap berikhtiar, mencari ‘petunjuk’, agar tidak pasrah begitu saja dengan kondisi yang ada, dan tetap berusaha agar dapat terhindar dari penyakit tersebut, tanpa menghambat interaksi kita dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia.

Rekam jejak swab test

Ini pertama kalinya saya melakukan tes PCR, tetapi bukan pertama kalinya tes usap (swab). Sebelumnya pernah tes antigen sebanyak 3 kali. Yang pertama itu bersama dengan Kayy (istri) dan Kin (anak kedua) di hari Jumat, 18 Juni 2021, untuk keperluan tracing aja krn sempat kontak dengan Bibi (PRT) yang positif, dan alhamdulillaah semua negatif hasilnya. Setelah itu, sempat tes usap antigen di hari Kamis, 27 Januari 2022, di Bumame Drive-Thru jalan Merdeka, karena sempat bergejala sakit perut, mual dan sakit kepala beberapa hari, tetapi hasilnya negatif dan ternyata karena maag. Di hari Rabu, 9 Februari 2022, saya sempat tes Antigen lagi di Halodoc Drive-Thru, untuk keperluan tracing lagi karena ada mahasiswa yang kedapatan positif setelah saya mengadakan kuliah Hybrid di kampus, dan alhamdulillaah hasilnya negatif.

Swab Test di keluarga

Di keluarga kecil saya, Kin Kaysan yang sebenarnya jadi pertama mengalami swab test. Hari Kamis, 6 Mei 2021, atau saat masih berumur 1 tahun 5 bulan 3 minggu, Kin diminta untuk swab test pas check up di RS Melinda, karena sempat sakit demam tinggi beberapa hari, tapi akhirnya dapat hasil negatif, lalu dari hasil observasi sepertinya karena tumbuh gigi. Setelah itu, Kin jadi anggota keluarga pertama yang tes usapnya 2x, tesnya bareng saya juga di tanggal 18 Juni 2021. Saat itu Kin masih umur 1 tahun 7 bulan pas. Tes-nya di Bumame yang drive thru di jalan Merdeka.

Kalau Lumi (anak pertama), pertama kali swab test ya pas saat saya dapat positif. Dia survived nggak dapet tes sebelumnya, tapi sekali dapat tes langsung PCR, hehe. Hari Sabtu, 26 Februari 2022, atau sehari setelah saya ketahuan dapat positif Covid, disusul Ayu (adik ipar) yang tinggal serumah juga positif, Lumi bareng Kin, Kayy, dan orang2 serumah lainnya langsung tes PCR di Kimia Farma Jl Supratman. Kayy juga sebenarnya sama dengan saya, ini yang pertama PCR, tapi untuk tes swab itu sebelumnya sudah pernah antigen yang pertama kalinya bareng-bareng. Namun, Kayy tidak sebanyak saya jumlah swab tesnya.

Hikmah

Kalau kata ayah mertua saya “Gpp ziz, pasti ada hikmahnya.” Memang benar, dan saya yakin, semua pasti ada hikmahnya. Di antara semua hikmah yang ada, mungkin saya akan angkat beberapa ya yang bisa dipelajari, baik bagi saya ataupun semua yang membaca tulisan ini.

  • Menjaga protokol kesehatan (6M), termasuk mendapat vaksin, itu memang penting, tetapi bukan berarti akan menjamin 100% kita survived dari Covid-19. Tetap harus waspada, keluar rumah pun jika memang terdesak saja, dan baiknya di jam-jam yang tidak terlalu ramai orang.
  • Tidak perlu panik jika ternyata terkena Covid, karena insyaAllaah akan ada jalannya untuk sembuh, salah satunya yaitu pengobatan yang di-cover oleh pemerintah. Akan tetapi, jangan dibawa santai juga! Mentang-mentang obatnya akan dicover, jadi tenang jalan-jalan aja. Ya nggak gitu juga ya, karena rasa sakitnya juga nggak enak, walaupun nggak perlu sampai dirawat. Itu juga yang di-cover hanya obat dan konsultasi dokter, nggak termasuk penginapan untuk isoman, juga makanan bergizi dan suplemen, kecuali jika perlu rawat inap di rumah sakit.
  • Sama seperti proses pemulihan, tracing penyebab juga sebenarnya penting untuk dicari tahu, agar dapat mengurangi resiko penyebaran lebih luas/banyak. Yang merasa sempat kontak erat dengan yang positif (atau masih begejala tetapi belum tes), sebaiknya isoman dahulu, jangan kemana-mana, walaupun memang tidak mengalami gejala apapun. Setidaknya hingga 5 hari setelah kontak erat, untuk tidak kemana-mana, agar Covid bisa cepat hilang juga. Tahan hawa nafsunya untuk bepergian sementara ini, walaupun berpegangan pada prinsip YOLO, karena percaya lah, rasa sakit bagi yang bergejala itu tidak se-ringan Flu biasa. Coba untuk berempati kepada orang-orang yang tidak memiliki kekebalan tubuh se-baik yang tidak bergejala.
  • Anggap saja ini cobaan, sekaligus kesempatan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mungkin saja selama ini kita dikira ‘menjauh’, sampai khilaf hanya memikirkan dunia, dan di’ingat’kan melalui sakit ini. Bahkan sakit itu kan sebenarnya sarana menggugurkan dosa-dosa kita, jadi manfaatkan lah kesempatan itu untuk dzikir dan berdoa sebanyak mungkin.
  • Selain berdzikir dan berdoa, manfaatkan lah masa-masa isolasi mandiri dengan melakukan hal-hal yang sulit untuk diwujudkan saat sehat, terutama yang berkaitan dengan pengembangan diri, misalnya: membaca buku/jurnal, menulis blog (seperti saya saat ini), menyelesaikan proposal S3 dan apply sekolah (ini rencana/target saya saat ini), olahraga ringan tapi teratur, merapikan data komputer/laptop/HP, merapikan atau mengembangkan rencana keuangan, menonton berita/film sejarah/film dokumenter/webinar, dan masih banyak lagi. Sebaiknya jangan digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan utama (kecuali kalau benar-benar terdesak dan tidak ada yang bisa meng-handle lagi), karena itu bisa diselesaikan setelah sembuh (bahkan bisa saja tidak akan selesai-selesai kalaupun diselesaikan saat sakit), dan beresiko menurunkan imunitas juga karena stress. Anggap saja lagi izin karena sakit, tetapi masih bisa mengerjakan yang lain (ini khusus bagi yang tidak bergejala atau bergejala ringan ya).

Part #1 – Penyebab/Tracing

Part #2 – Pengalaman selama isoman

Part #4 – Galeri Foto-Dokumentasi selaman Isoman

Leave a comment