My Life Experience with COVID-19 – Part #1 [Beginning]

Photo by Yaroslav Danylchenko on Pexels.com

Setelah berjuang menghindari COVID-19 selama 1 tahun 11 bulan, termasuk sudah vaksin booster juga, akhirnya tetap kena juga.

Sejak muncul di bulan Maret 2020 di Indonesia, COVID-19 seperti meng’hantui’ saya dan keluarga, sampai bisa mengubah gaya hidup banyak orang hampir di seluruh dunia. Saya termasuk orang yang percaya dengan keberadaan virus corona ini, dan termasuk yang cukup ketat dengan yang namanya protokol kesehatan. Selama pandemi, saya pertama kali keluar rumah selain rumah orang tua/mertua dan RS (utk vaksin) itu ditanggal 28 Juni 2021 (+3 bulan 11 hari dari lockdown), hanya untuk ke supermarket. Setelah itu pertama kali ke tempat kerja setelah 4 bulan 11 hari (28 Juli 2021), dan pertama kali ke tempat publik acara pernikahan itu di tanggal 8 Agustus 2021 (+4 bulan 22 hari). Mulai berani bawa keluarga (anak-anak) main keluar rumah itu di tanggal 2 Mei 2022 (+1 tahun 2 bulan), setelah itu ya hanya hitungan jari aja keluar rumah bawa anak-anak full team.

Kemana-mana saya selalu pakai masker, termasuk di mobil dan hanya antar rumah keluarga, sebisa mungkin double masker kecuali kalau kelupaan bawa. Kantong biasanya penuh terisi sama 2 botol semprotan (hand sanitizer dan disinfectant), kenana-mana bawa tas isinya: disinfectant spray can, payung, masker cadangan, UV pocket. Setiap habis keluar rumah langsung semprot badan, sepatu, mobil dan barang bawaan, trs masukin barang2 kecil ke UV box, mandi+keramas, baru habis itu bisa main sama anak-anak. Kerja WFO pun sebisa mungkin bawa bekal daripada jajan.

Hari Jumat, 25 Februari 2022, bisa dibilang menjadi salah satu hari yang bersejarah buat saya. Setelah hampir 2 tahun pandemi Covid-19 merajalela di Indonesia bahkan di dunia, yang selama ini selalu saya wanti-wanti, berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga agar diri dan keluarga tidak ada yang terkena Covid, akhirnya berkesempatan mendapat ‘warna hitam’ juga di aplikasi Pedulilindungi. Setelah tes PCR H+1 melalui Halodoc Drive-Thru di jalan Pelajar Pejuang di hari sebelumnya, besok siangnya langsung mendapat notifikasi dari Pedulilindungi, disusul dengan notifikasi dan bukti hasil tesnya dari Halodoc, yang menyatakan saya Positif.

Antara panik, bingung, dan pasrah rasanya, tapi tidak se-panik saat selama ini mengantisipasi. Kalau sebelumnya mendengar orang lain positif Covid, apalagi orang terdekat, langsung panik dan nggak mau kemana-mana, khawatir juga dengan yang terkena tersebut, bawaannya jadi ‘parno’, apalagi kalau ditambah dengan melihat tren datanya yang sedang meningkat. Tapi saat tahu diri sendiri kena, ternyata nggak se-panik itu. Bawaannya lebih tenang, walaupun memang masih ada sedikit panik karena campur bingung harus ngapain, dan mungkin karena rasa sakitnya nggak se-parah yang dibayangkan sebelumnya (sesak nafas, hilang penciuman, sampai harus dirawat, dsb).

Tracing melalui kronologi aktivitas sebelum memutuskan untuk swab test

Nah, yang masih membuat penasaran ini penyebab atau sumbernya dari mana. Sampai saat ini masih ada beberapa kemungkinan sumbernya kalau coba di-trace. Sekalian saya coba ceritakan kronologis sebelum mendapat hasil tes positif ya. Jadi hari Jumat, 18 Februari 2022 saya mengikuti solat Jumat di masjid dekat rumah. Sebenarnya, itu bukan pertama kalinya saya solat Jumat di masa Pandemi. Akan tetapi, saya heran karena saat tren Omicron sedang tinggi-tingginya (sejauh ini tertinggi di tanggal 16 Februari 2022), status PPKM kota Bandung di level 3, mengapa masjid-masjid belum menerapkan protokol ketat ya. Tidak dicek suhu saat masuk, tidak disediakan plastik untuk membawa alas kaki ke dalam, tidak diberikan hand sanitizer (hanya ada beberapa di pintu saja), kapasitas diisi penuh (tidak 50%), dan tidak berjarak. Protokol yang diterapkan hanya menggunakan masker, pintu agak terbuka, dan tidak membagikan makanan setelah solat. Padahal sebelumnya masjid ini menerapkan protokol secara ketat dan baik.

Pada hari Sabtu, 19 Februari 2022, saya solat Subuh di masjid yang sama. Protokol yang diterapkan masih sama (hanya menggunakan masker), tetapi jumlah orangnya hanya sedikit (1 saf saja), jadi harusnya kecil kemungkinan untuk terpaparnya ya. Kemudian saya sempat pergi dari jam 8 pagi dengan keluarga besar saya ke daerah Punclut untuk makan pagi, lalu siangnya saya lanjut makan di tempat yang sama (tetapi berbeda restoran) dengan keluarga besar istri saya, sampai selesai sekitar jam 15. Setelah pulang, sorenya sekitar jam 17 kurang berangkat lagi, ke PVJ untuk mencari beberapa barang. Tanpa terasa, pulang jam 21, atau saat toko mulai tutup, dan itu tanpa makan malam (buka masker) selama disana. Sekitar 4 jam keliling-keliling, berasa juga kaki sampai pegal, ditambah lapar belum makan. Pulang langsung mandi, dilanjut makan, dan istirahat nonton TV sampai sekitar jam 12 malam.

Keesokan harinya, atau di hari Minggu pagi, saya sempat berniat untuk sepeda dari pagi, tapi karena baru tidur jam 12 setelah hampir seharian keluar rumah, batin saya jadi sempat bergulat. Badan rasanya tidak fit benar, tapi merasa tidak produktif kalau tidak olahraga, apalagi sudah diniatkan dari hari sebelumnya. Ya sebenarnya biasanya juga seperti itu, sampai perlu waktu setidaknya 1 jam untuk ‘pemanasan’ niat, sampai benar2 bulat mau berangkat olahraga keluar rumah, hehe. Setelah beberapa waktu menimbang-nimbang, akhirnya berangkat juga bersepeda, tapi dari jam 09.30, yang sebenarnya sudah terlalu siang untuk berangkat. Tetap dipaksakan berangkat walaupun sudah siang karena selain merasa “kapan lagi sepedaan daripada nggak produktif di rumah”, juga karena cuacanya sangat mendukung: mendung, tidak panas, angin sepoi-sepoi, seperti masih jam 6 pagi. Dan saat bersepeda, rasa badan kurang fit hilang seketika. Selama bersepeda, saya sempat mampir ke ATM BNI Tamansari untuk mengambil uang (kartu, struk dan uang langsung disemprot saat sudah diambil), lalu membeli Cakue di kompleks Batununggal titipan istri (sempat sy makan sedikit setelah sy pakai hand sanitizer karena kelaparan), dan membeli roti di Garmelia Batununggal. Saya selalu pakai masker selama bersepeda, kecuali saat makan cakue saja sebentar. Setelah sepeda sepanjang 30KM selama 2,5 jam, saya membersihkan 3 sepeda langsung, sebelum mandi dan istirahat sampai malam hari. Saya sempat diajak istri untuk ikut ke PVJ lagi di malam harinya, tapi saya menolak karena capek dan badan kembali kurang fit seperti di pagi hari (ya saat itu berpikir mungkin karena kecapekan juga).

Di hari Senin, saya tidak kemana-mana, hanya di rumah, bekerja saja dari rumah, begitu juga di hari Selasa. Akan tetapi, di hari Selasa saya bekerja dari rumah yang berbeda (rumah orang tua), karena ingin mengembalikan mobil yang saya pinjam sebelumnya. Tadinya saya mau sekalian mampir ke Bank, tapi akhirnya di rumah saja untuk menyelesaikan pekerjaan, itupun hampir sepanjang hari menggunakan masker (kecuali saat makan), karena nggak sadar (terbiasa) juga pakai masker. Pulang dari rumah orang tua, saya merasa badan tambah kurang fit, hingga minta bantuan istri saya untuk membalur badan saya di malam harinya, karena rasanya seperti ‘masuk angin’. Setelah sedikit baikan, dengan alasan hanya penasaran saya langsung minum minuman dingin yang dibeli oleh istri saya. Istri saya memang sempat keluar dengan anak-anak dan yang lain untuk membeli makan dan minum. Nggak terpikirkan oleh saya untuk menahan sejenak hingga badan benar-benar fit. Saat malam hari, rasa ‘masuk angin’ pada badan saya mulai terasa lagi, tapi saya bawa tidur saja setelah makan permen Tolak Angin.

Di hari Rabu, lagi-lagi saya tidak kemana-mana, hanya bekerja dari rumah saja. Namun, rasa badan yang kurang fit semakin menjadi. Saya mulai merasa seperti mau flu (radang tenggorokan-hidung), badan seperti pegel linu (memar di bagian punggung dan pundak, seperti memar habis dibalur malam sebelumnya), lalu tenggorokan mulai terasa agak kering sedikit. Walaupun sudah mulai terasa kurang enak, saya masih bisa berkegiatan, seperti rapat dan menyiapkan bahan kuliah. Sakit kepala mulai terasa di sore hari, badan sudah mulai agak lemas di malam hari, hingga saya sempat minum obat Sanaflu (untuk menghilangkan rasa mau flu, biasanya memang ampuh) di siang hari dan minum obat Meloxicam (untuk penghilang nyeri/pegal linu) di malam hari.

Hari kamis, saya mengikuti kuliah dari pagi hingga siang hari. Alhamdulillaah masih bisa kuat memberikan kuliah. Itu pun untungnya hanya sampai siang, biasanya dilanjut asistensi hingga jam 13, lalu lanjut lagi asistensi hingga jam 15, dan menyelesaikan pekerjaan lainnya atau rapat hingga sore. Tapi karena di hari tersebut ada pengumpulan (jadi tidak ada asistensi lagi), dan penjelasan di kuliah sebelumnya dirasa cukup jelas (biasanya ada asistensi setelah kuliah untuk penjelasan lebih lanjut), serta kondisi badan tidak kunjung membaik, maka setelah memberikan kuliah saya putuskan untuk melakukan swab test PCR. Setelah PCR, saya coba mengistirahatkan diri, menggunakan masker selama di rumah, dan mulai mengisolasikan diri di kamar. Malam hari saya sempat minum obat panadol karena mulai sakit kepala yang membuat tidak bisa berpikir, mau nonton Netflix saja tetap nggak nyaman.

Besoknya, saya menanti hasil tes PCR dari pagi hingga siang. Saya bulak balik memeriksa aplikasi Halodoc, tetapi hasilnya tidak kunjung muncul. Hingga akhirnya sekitar jam 10.30, saya tiba-tiba mendapatkan notifikasi dari aplikasi Pedulilindungi, dengan tulisan di bagian awal “Jangan panik dan Gunakan Layanan Telemedicine. Anda tercatat sebagai kasus konfirmasi …” Awalnya saya tidak ‘ngeh’, maksudnya apa ya ini. Setelah saya buka notifikasinya, langsung ada informasi kalau saya Positif COVID-19. Saat itu saya kaget, tapi masih belum percaya, karena melihat Tanggal Tes-nya di 25 Februari, padahal saya tes di tanggal 24 (walaupun mungkin maksudnya Hasil Tes ya, tapi kan ya kalau ditulis Tanggal Tes bisa dikira tanggal pengambilan sample-nya), selain itu juga saya masih heran mengapa dapat notifikasi dari Pedulilindungi dahulu bukan dari Halodoc, sehingga saya tidak mau langsung menyimpulkan. Hinggap pada sekitar jam 11-an, atau mendekati jam 12, saya menerima notifikasi dari Halodoc yang menginformasikan hasil tes saya positif. Dari sana deh saya langsung panik dan agak lemas, tapi mencoba untuk tetap cool.

Kesimpulan hasil Tracing

Kesimpulannya, ada beberapa kemungkinan saya bisa mendapatkan virus corona-nya:

  • Saat solat Jumat. Akan tetapi, saya tidak yakin karena gejala muncul di hari Minggu (kalaupun badan dirasa kurang fresh bisa dianggap gejala ya), dimana itu sudah lebih dari H+1. Kecuali jika bisa tertular lewat benda lain yang terbawa ke rumah, walaupun saya yakin semua barang sudah dibersihkan sebelum masuk ke dalam rumah.
  • Saat makan di Punclut. Ini yang paling memungkinkan, karena saya sempat membuka masker paling lama disini saat keluar rumah. Akan tetapi, tidak ada yang bergejala lagi selain saya setelah itu. Saya pun sebenarnya termasuk yang paling ketat dalam menggunakan masker saat makan. Saya tidak makan banyak, dan membuka masker hanya saat mau memasukkan makanan ke dalam mulut (jadi sempat buka tutup masker), juga saat foto saja. Makannya pun di tempat terbuka, bukan yang tertutup dan ber-AC.
  • Saat jalan di PVJ. Sama seperti poin sebelumnya, anggota keluarga lain tidak ada yang bergejala juga, dan saya pun tidak membuka masker, sebelum masuk mobil pun semua barang dan badan disemprot disinfektan, sampai rumah langsung mandi dan barang-barang disemprot/disinar UV.
  • Saat bersepeda (makan cakue). Tapi, kalau karena cakue, logikanya istri saya juga bisa kena, tapi nyatanya tidak, dan hasil tes pun negatif (walaupun tesnya setelah 6 hari dari makan cakue tersebut)
  • Saat pergi/pulang dari rumah orang tua, dimana Ibu saya sempat keluar di hari tersebut ke beberapa tempat (sebelum saya pulang), dan istri saya dkk juga keluar. Akan tetapi, kemungkinannya kecil karena sebenarnya saya sudah mulai merasakan ada gejala di hari tersebut (walaupun 2 hari sebelumnya pun merasakan hal yang sama).

Namun, terlepas dari asumsi-asumsi tersebut, sejauh ini saya hanya bisa menyimpulkan, kalau kemungkinan saya terpapar virus corona hanya karena saya memaksakan diri untuk beraktifitas penuh (keluar rumah dan berolahraga) padahal belum genap 2 minggu saya mendapatkan vaksin booster. Ya, saya mendapat booster di hari Kamis, 10 Februari 2022, sedangkan saya sudah mulai beraktifitas keluar rumah itu di tanggal 18-20 Februari 2022, atau 8-10 hari setelah vaksin. Jadi mungkin saja saya sedang drop imun/antibodinya, lalu kecapekan, dan akhirnya dengan mudah virus masuk melalui udara di antara kegiatan-kegiatan saya di luar tersebut, dan menyebar di badan saya. Wallaahu a’lam bishawab.

Part #2 – Pengalaman selama isoman

Part #3 – Rekam jejak swab test, Hikmah, serta Pelajaran yang dapat diambil

Part #4 – Galeri Foto-Dokumentasi selama Isoman

One response to “My Life Experience with COVID-19 – Part #1 [Beginning]”

  1. sama ziz… beda semingguan… 😁
    aku tes di halodoc pelajar pejuang tgl 18 feb..
    tgl 26 feb juga aq tes udah negatif

    kronologinya juga ampir sama 😀
    yang penting jaga kesehatan selalu yaaa..

    pandemi ini sudah mau jd endemi katanya kann..

Leave a comment